Pages

Hi

Get Gifs at CodemySpace.com

Selasa, 29 November 2011

HOSPITALISASI PADA ANAK

1.      Pengertian

Hospitalisasi adalah kebutuhan klien untuk dirawat karena adanya perubahan atau gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan (Parini, 1999). Hospitalisasi terjadi apabila dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak mengalami suatu gangguan fisik maupun mentalnya yang memungkinkan anak untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Hospitalisasi dapat merupakan satu penyebab stres bagi anak dan keluarganya. Tetapi tingkat stresor terhadap panyakit dan hospitalisasi tersebut berbeda menurut anak secara individu. Mungkin seorang anak menganggap hal itu sebagai hal yang biasa tetapi mungkin yang lainnya menganggap hal tersebut sebagai suatu stresor.

Hospitalisasi adalah bentuk stressor individu yang berlangsung selama individu tersebut dirawat dirumah sakit. Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi individu karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman, seperti:

1.      Lingkungan yang asing
2.      Berpisah dengan orang yang berarti
3.      Kurang informasi
4.      Kehilangan kebebasan dan kemandirian
5.      Pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan , semakin sering berhubungan dengan rumah sakit, maka bentuk kecemasan semakin kecil atau malah sebaliknya.
6.      Prilaku petugas Rumah Sakit.


2.      Stress Pada Anak Terkait Hospitalisasi
Reaksi Anak terhadap Hospitalisasi :
*      Anak à menunjukan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi
*      Reaksi bersifat individu à target pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimiliki
*      Reaksi umum à kecemasan, kehilangan, perlukaan tubuh & rasa nyeri

Ø  Masa Bayi (0-1 thn)
*      Msl utama à dampak perpisahan dg ortu à ggn pembentukan rasa percaya & kasih sayang
*      Usia > 6 bln à stranger anxiety : cemas dgn org yg tdk dikenal & karena perpisahan dg ibunya
*      Rx yg sering muncul : menangis, marah dan byk melakukan gerakan
*      Cemas bila ditinggalkan ibunya à nangis keras
*      Respon thd nyeri à nangis keras, pergerakan tbh banyak & ekspresi wjh yg tdk menyenangkan

Ø  Masa Toddler (2-3 thn)
*     Rx à sesuai sbr stess à utama “perpisahan”
*     Respon perilaku ada 3 tahapan :
1.      Protes à nangis kuat, menjerit panggil ortu, menolak perhatian yg diberikan org lain
2.      Putus asa à menangis berkurang, anak tdk aktif, kurang minat utk bermain & makan, sedih & apatis
3.      Pengingkaran (denial) à scr samar mulai menerima perpisahan, membina hub scr dangkal & anak mulai terlihat menyukai lingk

Ø  Masa Prasekolah ( 3 – 6 thn)
*     Reaksi thd perpisahan :
·         Menolak makan
·         Menangis pelan
·         Sering bertanya
·         Tidak kooperatif

*        Kehilangan kontrol :
*      Pembatasan aktifitas sehari-hari dan kehilangan kekuatan diri
*      Dirawat merupakan hukuman à malu, bersalah, takut
*      Takut thd perlukaan à menganggap tindakan dan prosedur akan mengancam integritas à agresif, ekspresi verbal, dependent

Ø  Usia Sekolah (6 – 12 thn)
*         Cemas à perpisahan dgn kelompok sosial
*  Kehilangan kontrol :
*  Perubahan peran dlm keluarga
*  Kelemahan fisik
*  Takut mati
*  Kehilangan kegiatan dlm kelompok

*         Reaksi thd nyeri :
*     Mampu mengkomunikasikan rasa nyeri
*     Mampu mengontrol perilaku jika merasa nyeri à dengan cara : menggigit bibir, mengenggam sesuatu dgn erat

Ø  Usia Remaja (12-18 thn)
*      Cemas à akibat perpisahan dgn teman sebaya
*      Kehilangan kontrol karena pembatasan fisik / ketergantungan à menolak, tdk kooperatif, menarik diri
*      Penyakit / pembedahan à perasaan tdk aman à respon :
*      Banyak bertanya
*      Menarik diri dan
*      Menolak org lain

Menurut Sandra R. Mott et all (1990) dampak hospitalisasi pada anak meliputi :
A.    Dampak perpisahan

Perpisahan dengan orang yang dapat memberinya semangat menimbulkan suatu kecemasan pada anak. Perpisahan dengan figur pemberi kasih sayang selama prosedur yang menakutkan atau menyakitkan akan meningkatkan rasa tidak nyaman pada anak. Lebih jauhnya, anak tidak mampu untuk mengerti bahwa hal tersebut merupakan perpisahan sementara dan alasan ketidakhadiran orang tua berakibat perasaan dibiarkan.

B.     Kehilangan kontrol

Hospitalisasi pada anak tanpa melihat usia anak sering menimbulkan kehilangan kontol pada fungsi tubuh tertentu. Anak sering membutuhkan bantuan dalam mengerjakan aktifitas yang dia dapat lakukan sendiri di rumah. Hal ini menyebabkan anak merasa tidak berdaya dan frustasi serta meningkatkn ketergantungan pada orang lain.


C.     Gangguan body image

Dimulai pada masa pra sekolah, anak sering merasa tidak nyaman terhadap perubahan penampilan tubuh atau fungsinya yang disebabkan oleh pengobatan, perlukaan, atau ketidakmampuan. Mereka mungkin takut bertemu orang lain dan tidak memperbolehkan orang lain untuk melihatnya.

D.    Sakit/pain

Prosedur yang menyakitkan dan invasif merupakan stresor bagi anak pada semua usia. Selama masa pra sekolah anak belajar mengasosiasikan nyeri dengan prosedur spesifik misal pengambilan sampel darah, aspirasi sumsum tulang belakang, ganti balutan atau injeksi. Anak yang mendapat suntikan berulang tidak mengerti mengapa tubuhnya selalu disakiti. Pengalaman ini dapat menimbulkan trauma jika orang yang dipercaya anak tidak memberikan rasa nyaman atau menenangkannya.

E.     Ketakutan

Terjadinya karena anak berada di lingkungan rumah sakit yang mungkin asing baginya dan karena perpisahan dengan orang-orang yang sudah dikenalnya.

F.      Lingkungan Asing

Menurut Wong & Whaley (1996) lingkungan asing merupakan lingkungan yang berbeda dari lingkungan rumah atau tempat tinggalnya dan tidak dikenali sebelumnya. Dalam hal ini adalah lingkungan rumah sakit yang menakutkan atau mengerikan bagi anak, tidak ada orang yang dikenalinya dan banyak terdapat perawat dan dokter yang berbaju putih serta peralatan yang mengerikan seperti jarum suntik, infus, kateter maupun alat-alat pemeriksaan radiologis.

Melestarikan kelanjutan antara lingkungan rumah dan rumah sakit merupakan pemikiran yang sangat penting untuk mengatasi dan meringankan penyakit anak. Tujuannya adalah untuk menyembuhkan (jika mungkin) atau memperbaiki status fisik dan mental sehingga anak dapat berkembang dalam keterbatasannya.

Lingkungan yang ramah, suasana seperti rumah, terbuka pada anak di rumah sakit dan tempat diatur seperti di rumah misalnya seperti tempat makan, tempat minum, duduk dan istirahat sehingga dapat meminimalkan dampak hospitalisasi.

G.    Jenis Tindakan/Prosedur

Tindakan/prosedur merupakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal (Carpenito, 1998).

Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan secara langsung yaitu ditangani sendiri oleh perawat yang menemukan masalah kesehatan, dan dapat juga dengan cara delegasi yaitu diserahkan kepada perawat lain atau orang lain yang dapat dipercaya seperti keluarga pasien untuk melakukan tindakan kepada pasien.

Tindakan/prosedur yang menyakitkan merupakan stresor bagi anak pada semua usia. Selama masa pra sekolah anak belajar mengasosiasikan dengan prosedur yang spesifik seperti pengambilan darah, infus, penyuntikan maupun ganti balutan. Pengalaman ini dapat menimbulkan trauma jika orang yang dipercaya tudak memberikan rasa nyaman atau menenangkannya (Mott et al, 1995).

H.    Immobilitas Fisik

Immobolitas fisik merupakan pembatasan gerak atau aktifitas dari yang biasanya dilakukan (Carpenito, 1998). Seorang anak yang di masa pertumbuhan dan perkembangan, dimana dalam kesehariannya ia tampak begitu aktif, harus terganggu karena ia harus dirawat di rumah sakit. Anak harus berbaring di tempat tidur dan tidak dapat bermain dengan teman-teman serta orang-orang terdekatnya. Perilaku anak menjadi tidak kooperatif yang menyebabkan harus diberikan pembatasan fisik dengan cara mengikat.

Bagi anak-anak yang dapat berprilaku kooperatif pengikatan tidak perlu dilaksanakan. Lingkungan dibuat sedemikian rupa sehingga anak tetap merasa aman dengan kelemahan dan kondisinya, untuk meningkatkan kebebasan selama di tempat tidur misalnya dengan meletakkan tempat tidur di dekat pintu dan jendela. Untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari dapat dibuat jadwal waktu bersama-sama antara anak dan perawat yang akan dipakai pedoman oleh anak dengan tidak mengabaikan kesehatan atau program pengobatan (Depkes, 1998)

3.      Dampak Hospitalisasi Anak bagi Orang  Tua

Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah bagi anak, tetapi juga bagi orang tua (Supartini, 2004). Dalam penelitian Hallstrom dan Elander (1997) sebagaimana dikutip oleh Supartini (2004), menunjukkan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi saat perawatan anaknya di rumah sakit walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan ada yang tidak mengalami cemas karena perawatan anaknya dirasakan dapat mengatasi permasalahannya. Bahkan dalam penelitian Tiedeman (1997) sebagaimana dikutip oleh Supartini (2004), menunjukkan bahwa pada saat mendengarkan keputusan dokter tentang diagnosa penyakit anaknya merupakan kejadian yang sangat membuat stress dan cemas orang tua. Brewis (1995) dalam Supartini (2004), menambahkan bahwa rasa takut pada orang tua selama perawatan anak di rumah sakit, disebabkan terutama pada kondisi sakit anak yang terminal karena takut akan kehilangan anak yang dicintainya dan juga adanya perasaan berduka.

Beberapa reaksi orang tua terhadap perawatan anak di rumah sakit adalah perasaan cemas dan takut, rasa tidak percaya, penolakan marah, perasaan bersalah, perasaan frustasi, dan depresi (Supartini, 2004). Perasaan cemas orang tua dapat ditimbulkan oleh bahaya dari luar maupun dari dalam dirinya sendiri. Adanya kecemasan yang berasal dari dalam dirinya karena ada sesuatu hal yang tidak diterima baik dalam pikiran dan perasaan (Gunarso, 1995). Sedangkan rasa takut karena kecemasan biasanya akibat adanya ancaman, sehingga seseorang akan menghindar diri.

Menurut Nursalam, dkk (2005), ketidakpercayaan dan rasa penolakan orang tua terjadi apabila anaknya sakit. Apabila kalau dirasa anaknya yang sakit terjadi secara tiba-tiba dan harus segera dibawa di rumah sakit. Misalnya anak mengeluh sakit perut yang hebat, dan orang tua menganggap enteng dan kemudian dokter mendiagnosa appendicitis acute. Selain itu, rasa ketidakpercayaan orang tua biasanya diiringi dengan perasaan marah maupun rasa bersalah. Pada perasaan bersalah orang tua cenderung menyalahkan dirinya sendiri karena merasa tidak memperhatikan keluhan anaknya dan tidak dapat menolong dan mengurangi rasa sakit yang dialami oleh anaknya. Dampak lain yang muncul pada orang tua akibat hospitalisasi anak adalah perasaan frustasi. Perasaan ini ditimbulkan adanya sesuatu hal yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan untuk merawat anaknya dalam keadaan sehat dan bahagia (Gunarso, 1995).

Depresi juga dapat terjadi pada orang tua akibat hospitalisasi anak. Depresi biasanya terjadi setelah masa krisis anak berlalu. Dalam hal ini, orang tua merasa khawatir terhadap anak-anaknya yang lain dan orang tua biasanya lebih focus terhadap keluhan-keluhan anak walaupun itu dirasa bukan masalah besar. Hal-hal lain yang membuat orang tua merasa cemas dan depresi adalah kesehatan anaknya dimasa-masa yang akan dating, misalnya efek dari prosedur pengobatan dan juga biaya pengobatan (Hawari, 2001)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar